Hai KLIP’ers

Tulisan kali ini mau bahas Zoom KBK yang diadakan pada tanggal 29 Agustus 2021 lalu. Zoom yang berlangsung sekitar 3 jam ini sangat membahagiakan. 

Bagaimana tidak? Sepuluh buku di ‘gosipin’ oleh belasan anggota KLIP yang mengikuti acara ini. Buku-buku yang sebagian memiliki kesamaan, yaitu buku yang diangkat ke film.

Teh Shanty – Di Balik Aroma Karsa oleh Dewi Lestari

Siapa tak kenal Dee Lestari? Nama Dee lestari saya rasa tidak lagi asing bagi masyarakat Indonesia. Terlebih kepada mereka yang gemar membaca novel fiksi. Yaa.. Dewi lestari yang kerap disapa Dee lestari ini adalah salah satu penulis fiksi jagoan Indonesia.

 Aroma karsa adalah novel yang bertemakan aroma, dan sesuatu yang berkaitan erat dengan penciuman, bau membaui. Keseriusan Dee lestari dalam menulis karyanya yang satu ini, berimbas pada lahirnya buku “Dibalik Tirai Aroma Karsa”

“Kalau pembaca boleh bebas berasumsi, penulis pun memiliki kebebasan sama untuk menjelaskan pilihan kreatifnya.” -Dee Lestari-

Mia - Speech Delay dan Tumbuh Kembang Anak

Buku yang diterbitkan oleh Quantum King Sulaiman, buku ini akan sangat ‘relate’ dan bermanfaat bagi mereka yang baru saja memiliki anak. Menurut mbak Mia literatur mengenai speech delay atau keterlambatan berbicara ini masih sangat jarang, sehingga dengan kehadiran buku ini bak oase untuk para orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. 

Mudah-mudahan kedepannya akan ada semakin banyak buku yang membahas speech delay atau keterlambatan bicara.

Risna - Everything is F*cked oleh Mark Manson

Menurut kak Risna si Mark Manson dalam buku ini adalah dia pengen bilang bahwa sebenernya dunia ini tuh f*cked up. Dan gak ada yang bisa kita lakuin untuk menyelesaikan masalah dunia yang kagak jelas ini. Bahkan ‘hope’ (baca: harapan) sekalipun, sesuatu yang merupakan kekuatan manusia, itu gak bisa jadi penyelamat manusia di dunia yang fucked up ini. 

Hope justru merupakan akar dari semua masalah yang ada di dunia ini. Jadi kalo disimpulin: Udah dunia ini fucked up, harapan dan ekspektasi kita malah justru bikin dunia ini makin fucked up. Intinya gitu sih, seperti judul bukunya: “Everything is Fucked”.

Tapi, tentu saja kesimpulan akhirnya kembali ke pembaca, karena walau Mark Manson bilang begitu, kak Risna mengambil kesimpulan yang berbeda dengan penulis. Harapan itu tetap perlu, asal jangan salah meletakkan harapan. 

Masih menurut kak Risna, buku ini membahas tentang kondisi dunia ini secara makro, dan dikaitkan dengan kehidupan kita sehari-hari. Buku ini cocok buat dibaca oleh siapapun, karena ringan banget buat dibaca. Gak ada part yang membuat gua bingung. Buku ini juga penuh dengan sumber buku, pemikiran, dan riset yang beragam.

Rijo Tobing - Buku-buku Lala Bohang

Seperti biasa Kak Rijo membawa setumpuk buku dalam zoom KBK. Kali ini, Kak Rijo membahas tentang buku-buku illustrasi dengan membawa empat buku karya Lala Bohang; The Book of Invisible Questions, The Book of Forbidden Feelings, The Book of Imaginary Beliefs, dan Susah Payah Mati di Malam Hari Susah Payah Hidup di Siang Hari.

Kak Rijo menceritakan kepingan puisi dan kata-kata di dalam The Book of Forbidden Feelings ini memiliki makna yang begitu dalam tapi juga mengurai luka. Ada soal patah hati, kesendirian, kesepian, hingga soal berdialog dengan diri sendiri. Kalau kamu baru patah hati atau memiliki luka yang belum sembuh, membaca The Book of Forbidden Feelings ini akan membuatmu merasa, "Ah, ternyata aku tak sendirian. 

Ternyata apa yang kurasa ini adalah hal yang normal." Kalau boleh saya bilang, buku The Book of Forbiddeng Feelings ini seperti cermin yang merefleksikan perasaan tergelap dan terdalam manusia, khususnya wanita. Perasaan-perasaan yang selama ini sering kita sembunyikan atau takut diketahui orang pada dasarnya adalah hal yang manusiawi.

The Book of Invisible Questions ini seperti judulnya berisi banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini sebenarnya selalu bersemayam di dalam diri kita. Pertanyaan-pertanyaan yang kadang begitu takut untuk kita ungkap dan utarakan.

“Ketertarikan saya untuk membaca buku ilustrasi utamanya dikarenakan gambarnya yang eye-catchy banget tapi untuk buku Lala Bohang saya melihat banyak grammar yang berantakan.” itulah yang diungkapkan kak Rijo tentang The Book of imaginary Beliefs.

Kesan yang kak Rijo tangkap dalam buku Lala Bohang relatable, tentang perempuan modern usia produktif yang capek menghadapi tekanan hidup sehari-hari, tetapi sekali-kali menemukan secuil penghiburan pada makanan.

Dwi Tobing - The Kite Runner dan My Sister's Keeper

Jika kau menggunakan cara yang salah secara moral untuk menyelamatkan hidup anakmu, apakah itu menjadikanmu ibu yang buruk? Saya dibuat terpana dengan jalan cerita buku My Sister’s Keeper karya Jodi Picoult yang kak Dwi ceritakan.

Model penyampaian kisahnya yang diceritakan dari sudut pandang banyak tokoh berhasil membuat kak Dwi menyelami emosi yang ada. Alur ceritanya yang kombinasi maju dan mundur terasa luwes dan nyaman dibaca. Konfliknya mengaduk-aduk perasaan, banyak yang berfokus pada konflik keluarga, tapi juga ada konflik asmaranya. 

Plot twist-nya juga pas. Uniknya adalah antara buku dan film memiliki ending yang berbeda. Namun tetap ending yang tertutup, happy tapi juga full of grief. 

The Kite Runner karya Khaled Hosseini, adalah buku yang berkisah tentang seorang anak asal Afghanistan. Kisah yang terus bercerita tentang perjuangan hidup.

Ernawati - Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini

Alasan yang membuat mba Erna tertarik membaca buku ini adalah banyaknya quote yang bertebaran di sosial media. Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini mencoba untuk menangkap keresehan-keresahan generasi muda masa kini yang boleh jadi acapkali dipandang sebelah mata oleh orang-orang di sekelilingnya. 

Keresahan itu diimplementasikan ke dalam persoalan yang merongong Angkasa dimana dia dibebani tanggung jawab besar oleh orang tuanya tanpa pernah memiliki waktu untuk memikirkan dirinya sendiri, lalu Aurora yang seolah dianggap tidak pernah ada sekalipun kerap menorehkan prestasi, dan Awan yang berkeinginan untuk diberi kebebasan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. 

Tatkala si pembuat film meletakkan fokusnya pada pergolakan batin tiga individu yang disebabkan oleh “pembungkaman” dari sang ayah, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini terhidang begitu menggigit. Walaupun menurut mba Erna, akan lebih masuk akal jika tokoh ayah ada perubahan karakter. Namun dari sisi psikologi mba Erna menangkap jelas pada karakter-karakter yang kuat pada tiap tokoh anaknya.

Wika - Killing Me Softly

Menurut kak Wika dirinya sempat tertipu dengan kalimat awal di buku ini. Kalimat, “For Whom believe in fairytale.”

Ternyata setelah kak Wika membaca, buku ini memang bercerita tentang dongeng-dongeng putri dan pangeran sebagaimana yang selama ini kita ketahui. Tapi tokoh-tokoh di dalam buku adalah orang-orang yang dikutuk atas kutukan cerita dongeng putri fairytale. 

Sisi lain fairytale yang sungguh membuat kak Wika bingung dan terkaget-kaget karena dongeng yang diketahui alur ceritanya malah dijadikan sebagai kutukan. Nah, jadi masih percaya dengan dongeng putri pangeran yang bahagia selamanya?

Rein - Wedding Agreement

Menikah tetapi berjanji untuk tidak bersama? Buku karya Mia Chuz yang saya bawa adalah "ringan" yang mudah dicerna. Setiap babnya membuat penasaran. Mudah difahami dan gampang diolah otak. Terutama kisah yang diceritakan di dalam novel inilah intisari yang menariknya.

Kisah seorang perempuan yang pantang menyerah mempertahankan rumah tangganya. Kisah yang menyelipkan nasihat-nasihat Islami di dalamnya. Tidak hanya khusus tentang pernikahan, tetapi juga tentang kehidupan. Dan terutama sekali tentang bagaimana kita sebagai seorang hamba harus selalu menomor satukan Allah SWT. 

Shanty – kelab dalam swalayan

“Dibuka dengan adegan yang diantarkan dengan tenang tetapi seketika mengejutkan, Kelab dalam Swalayan menjadi debut yang menjanjikan dari Abi Ardianda. Penuturan yang lincah, diksi yang kaya, serta tema yang tak biasa akan pelan-pelan memikatmu sejak halaman pertama," kata teh Shanty.

Alfi – Shadow and Bone

Mba Alfi kali ini membawa dan menghadirkan perbandingan antara buku dan film (serial) bertajuk Shadow and Bone. Serial Netflix yang baru dirilis April 2021 lalu, Shadow and Bone merupakan adaptasi dari karya Leigh Bardugo. Tapi ternyata bukan hanya dari satu buku saja. Dan bukan hanya dari trilogi Shadow and Bone sendiri!

Buku yang memiliki rating usia 15+ dan serialnya yang ber- rating 17+ memang membangun kisah teratur dan memiliki unsur kekerasan. Namun perbedaan dalam serial ada pembahasan tentang rasisme dan elgebete sedikit sekali.

PENUTUP

Demikian, tulisan ulasan zoom KBK yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus lalu. 

Untuk KLIP'ers yang ingin mendengar suara teman-teman yang sudah membahas buku diatas, bisa di dengerim di Podcast KLIP di podcast zoom KBK Agustus 2021.

Nah, semakin penasaran kan seperti apa sih ngobrolin buku di KBK itu? yuk ikutan di zoom berikutnya tanggal 30 September 2021. Sampai ketemu disana ya..

Salam Literasi,

Semangat membaca

 Penulis : Rein Hudasediyani