“Aku membaca sebuah buku suatu hari dan seluruh hidupku berubah” (Orhan Pamuk)

Ada sebagian orang yang membaca buku menjadi sebuah hikmah untuk memperbaiki masa lalu. Ada juga yang setelah membaca buku, mereka mendapatkan ilmu untuk masa depan. Beragam keuntungan bisa didapatkan setelah membaca. Seperti teman-teman KBK yang hadir dengan bermacam-macam sudut pandang baru dari membaca dan dengan perasaan gembira, mereka berbagi pada Pertemuan KBK sore itu.

Ada Kak Tami yang bercerita tentang bagaimana tokoh utama memperbaiki keadaan dengan dibalut atraksi yang memacu adrenalin. selain itu, ada Kak Dewi yang mengisahkan indahnya petualangan anak-anak yang indah dan berwarna, yang mungkin akan sulit ditemukan pada zaman sekarang. 

Lalu Kak Oemi yang dengan lugas berkisah betapa pentingnya seorang wanita mendukung wanita lainnya sehingga berefek pada suasana yang positif. Dan saya yang menceritakan bagaimana sebuah pemikiran bisa merubah banyak hal dalam kehidupan seseorang. 

Meski siang membakar hingga ubun-ubun, tidak pernah sekali pun meredupkan kami para pendongeng buku untuk selalu berbagi buku yang telah kami selesaikan. 

***

Bedebah di Ujung Tanduk

Siang itu, diskusi Klub Buku diawali oleh Kak Tami. Ia menceritakan salah satu buku yang sangat populer di Indonesia karya Tere Liye, yang berjudul Bedebah di Ujung Tanduk

Kak Tami menceritakan bahwa buku ini berkisah tentang Thomas yang berada di tengah pertarungan sengit dengan Bujang. Pada awalnya tokoh Bujang ini merasa bahwa dirinya yang akan menjadi sasaran oleh para pembunuh bayaran yang dikirimkan oleh keluarga dari pengusaha Shadow Economy. Namun ternyata itu salah besar, karena sebenarnya tokoh Thomas lah yang justru menjadi incarannya.

Menurut Kak Tami, buku ini juga pelan-pelan mengguncangkan pembaca karena keseruan alur cerita dan tokohnya, deskripsi hingga menuju sebuah pernyataan bahwa ternyata fakta dibalik kenapa Thomas menjadi target adalah dikarenakan Thomas melakukan sebuah kesalahan besar sehingga sebuah konsultan finansial yang memuaskan transaksinya pada aktivitas jual beli lahan pegunungan milik kerajaan Bhutan ini yang memiliki sebuah deposit plutonium yang terbesar di dunia. 

Cerita Kak Tami memancing diskusi yang seru dengan teman-teman yang lainnya. dan ditutup dengan sangat ciamik oleh Kak Tami dengan kesimpulan yang digabungkan menjadi sebuah pesan bahwa “kejahatan itu memang ada, tidak semua yang hitam itu hitam dan tidak semua yang putih itu putih.”

Lima Sekawan: Di Pulau Harta

Kak Dewi mengawali diskusi kedua kali ini dengan sebuah cerita berdasarkan pengalamannya, bagaimana sudut pandang yang berbeda ketika ia membaca buku Lima Sekawan: di Pulau Harta ini dibaca saat ia berusia anak-anak dan hari ini ketika ia sudah menjadi orangtua. 

Buku Enid Blyton ini tidak hanya mempu menyihir cara berpikir Kak Dewi saat kecil dan dewasa tetapi juga majas yang digunakan, deskripsi tempat, suasana, serta tokoh bisa menghidupkan imajinasi. Ia bisa merasakan bagaimana suasana pantai, bagaimana anak-anak dibiarkan mandiri menyeberang lautan menuju pulau sebelah, bagaimana wajah sang tokoh hanya dengan beberapa label yang kokoh yang dituliskan penulis. 

Selain itu, ia juga membacakan sebagian buku tersebut dan mengajak kami untuk ikut serta terbang ke wilayah Eropa tahun 1950an: suasananya, tokoh-tokohnya, dan perasaan tokoh yang ada. 

Kak Dewi juga mengajak kami semua berpikir dengan membandingkan kondisi hari ini dan memicu perdebatan yang luar biasa kritisnya. Hingga membuat kami yang hadir siang itu serius memikirkan sudut pandang yang dilontarkan Kak Dewi. 

Sesekali senda gurau hadir ditengah diskusi panas siang itu. Tawa, lalu tiba-tiba sanggahan, dan masih banyak lagi kejadian yang luar biasa. Buku anak yang ternyata masih sangat relate menjadi bahan perbincangan hari itu. 

I am Sarahza

Waktu berjalan menunjukkan pukul 15.00, dan diskusi itu masih berlanjut dengan penuh semangat. Kali ini, setelah Kak Dewi, Kak Oemi juga membagikan pengalaman serunya tentang buku Hanum Salsabila Rais yang berjudul I Am Sarahza

Kak Oemi menyampaikan bahwa buku ini adalah fakta yang dialami si penulis dengan dibalut fiksi, dengan beragam sudut pandang yang menjadi novel memoar. 

Menurutnya, I am Sarahza bercerita tentang kilas balik bagaimana Hanum Rais dan Rangga, dan seluruh jiwa raganya, mengusahakan hadirnya Sarahza di tengah kehidupan mereka. Tanpa jeda untuk menguatkan satu sama lain, Hanum dan Rangga bersama-sama menjadi tangguh untuk lebih bersabar, dan berdoa, percaya akan selalu ada asa akan hadirnya buah hati. Selain itu Kak Oemi juga menambahkan bagaimana dukungan orangtua. Orangtua adalah rumah pertama Hanum untuk mendapatkan kekuatan menghadapi berbagai tantangan, setelah suaminya. 

Begitu banyak pelajaran hidup yang dapat dikutip dari buku ini, hingga membuat kami semua yang hadir dalam Pertemuan KBK saat itu membisu terharu akan sarat makna di setiap peristiwa. 

Filosofi Teras

Sore yang mengharukan, karena cerita Kak Oemi tentang buku Hanum Rais, membuat kita terhenti sejenak dan merenung kembali tentang diri kita sendiri, apakah kita sudah saling mendukung perempuan satu dengan yang lainnya ke arah yang baik? 

Hening yang cukup lama, Kak Alfi segera mengambil alih dan bertanya, “Siapa yang mau berbagi buku selanjutnya? Mbak Isti?”

Saya mencoba mengumpulkan semua memori lama tentang buku Filosofi Teras. Buku yang sudah berhasil saya taklukkan awal tahun 2023 ini, sedikit memakan waktu–karena saya sempat terlupa nama penulisnya, yang ada dalam ingatan adalah buku ini berjudul apa, isinya apa, pelajaran yang dipetik apa dan penerbit siapa. 

Namun, teman-teman sangat membantu mengingatkan kembali nama si penulis yakni Henry Manampiring. Kak Oemi salah satu peserta yang telah selesai membacanya dan juga mengulasnya dalam cerita tertulis juga turut memberikan andil membantu saya untuk mengorek semua memori yang telah lalu.

Pelahan saya bercerita pengalaman bagaimana saya mendapatakan pinjaman buku ini, bagaimana buku ini mempengaruhi cara saya mendidik anak, juga bagaimana buku ini membantu saya untuk melihat diri saya serta komunikasi saya dengan suami. 

Filosofi Teras, atau filosofi stoa yang bermakna secara umum kurang lebihnya tentang bagaimana kita fokus pada apa yang kita kendalikan bukan di luar kendali. cerita ini bersambut dan dilengkapi oleh Kak Oemi dan juga teman-teman yang lainnya. 

***

Warna jingga sinar matahari mulai pelahan terasa lebih hangat daripada sebelumnya, membuat saya tersadar ternyata waktu telah menunjukkan pukul 17.00. 

Diskusi belum rampung, tetapi kegiatan lainnya telah menunggu. Kak Alfi menutup acara hari itu dengan senyuman tipis. Diskusi yang hanya tiga jam tersebut memberikan rasa nyaman yang luar biasa di hati para peserta. Ada banyak kenangan indah dan pembelajaran yang membuat kami menjadi lebih baik dari bertukar cerita tentang buku. 

***

Jangan lupa, ikuti Pertemuan KBK tiap Selasa keempat, yang bulan Juni ini jatuh pada tanggal 27!