“Aku menemukan bahwa hati manusia itu kosong dan hambar, kecuali di dalam buku”. Begitu kalimat yang pernah disampaikan oleh Jean-Paul Sartre, seorang penulis sekaligus filsuf dari Prancis. 

Kalimat Jean-Paul seperti menggema siang itu. Beragam emosi dan juga pemikiran para penulis dalam bukunya tersampaikan dengan baik pada diskusi KBK hari Selasa 27 Juni 2023. Saya dan teman-teman KLIP bercerita dengan jujur tentang berbagai sisi emosi penulis yang mereka tuliskan dalam karyanya dan itu memicu sebuah perdebatan yang seru dan hangat.

Ada Kak Shinta yang bercerita tentang ruwetnya pola pikir orangtua dalam komik cantik lawas tahun 90an yang pada akhirnya keruwetan itu malah membuatnya terhibur karena lucu. Jua Kak Rijo yang berbagi novel misteri, beserta kejutannya yang membuat kami terpukau. 

Selain itu, ada Kak Oemi yang mengulang membaca trilogi karya Dee Lestari yang keren dan diringkasnya dalam diskusi hari itu. Lalu kegiatan siang itu ditutup oleh saya sendiri yang bercerita sebuah buku yang berisikan kegelisahan penulis berbentuk puisi. 

Marmalade Boy

Diskusi dibuka oleh Kak Shinta. Ia bercerita dengan sumringah tentang komik cantik lawas tahun 90an karya Wataru Yoshizumi Jepang. 

Menurut Kak Shinta, komik ini termasuk unik dan berbeda untuk genre shoujo, karena tidak hanya menyoroti cerita cinta remaja seperti komik cantik pada umumnya tetapi juga tentang keruwetan sebuah hubungan orangtua yang menimbulkan banyak sekali kelucuan yang tidak terduga. 

Ia juga mendeskripsikan isi komik ini yakni tentang kisah Miki, seorang gadis polos sederhana. Namun dunia Miki berubah ketika mengetahui bahwa orang tuanya hendak bercerai untuk bertukar pasangan dengan keluarga Matsuura dan kedua keluarga itu akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama-sama dalam satu rumah. Ternyata keluarga Matsuura memiliki seorang anak laki-laki bernama Yuu yang sebaya dengan Miki. Kondisi inilah yang pada akhirnya memicu konflik pada komik tersebut.

Meski begitu, Kak Shinta juga menambahkan selain storytelling si penulis yang menarik, komik ini juga memiliki kekurangan yakni alur yang aneh dan tidak ada ujungnya, sehingga membuat si pembaca bertanya-tanya—sebenarnya cerita Marmalade Boy ini mau dibawa kemana?

Banyak opini Kak Shinta tentang komik jua menimbulkan pemikiran-pemikiran baru, bahkan Kak Shinta juga menyempatkan memberi tips tentang mencari komik yang bagus dan murah meriah. 

Mycroft Holmes

Sinar matahari yang panas mulai berkurang, semangat berbagi buku masih membara. Siang itu, setelah sebelumnya Kak Shinta berkisah tentang rasa bahagianya bersama komik lawas.  Kak Rijo berbeda lagi. Ia menceritakan dengan antusias novel misteri berjudul Mycroft Holmes.

Kak Rijo dengan suara tegasnya menyampaikan cerita beserta alurnya dengan sangat detil. Meski sempat sinyal hilang pergi, antusias KLIPers menyimak Kak Rijo luar biasa—teman-teman tidak hanya sekedar mendengar dengan sungguh-sungguh saja, tetapi juga berdiskusi dengan seru. 

Mycroft Holmes karya Kareem Abdul-Jabbar bersama penulis skenario Anna Waterhouse. Novel ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Mycroft Holmes  lulusan Universitas Cambridge yang berkarir di pemerintahan sebagai Sekretaris Kementerian Perang. Rumor hilangnya orang-orang Trinidad, tempat Cyrus Douglas, temannya, dan juga tunangan Mycroft, Georgiana, membuatnya melakukan sebuah perjalanan. Banyak rahasia gelap yang tak terduga dan membahayakan. 

Cara Kak Rijo menarasikan cerita novel ini, benar-benar membuat kami ikut terbawa dalam arus hingga terjebak dalam perasaan berdebar yang memicu adrenalin. Perdebatan panas sepanjang diskusi KBK kala itu semakin seru dan sukses membuat para penyimak menarik kesimpulan masing-masing.

Rapijali

Usai saya dan teman-teman dibawa terbang ke dunia penuh misteri oleh Kak Rijo, Kak Oemi hadir dengan narasi ringkas novel Rapijali 1, Rapijali 2, serta Rapijali 3, dan sukses menjadikan kita para pendengar diskusi sore itu senyum-senyum sendiri karena banya sekali tanda tanya tentang para tokoh yang akhirnya terjawab. seperti tokoh A ini laki-laki atau perempuan, bapaknya apakah jahat atau baik dan tentu masih banyak lagi. 

Trilogi Rapijali karya Dee Lestari memang luar biasa, kisah tentang Ping dengan lika-liku perjalanannya dan juga musik membuat novel ini unik–karena tidak hanya sekedar menyoroti sosok Ping tetapi juga emosi-emosi yang dihadirkan disetiap deskripsi yang dituliskan. Kisah yang pada awalnya menjadi cerita bersambung di salah satu platform menulis ini berhasil membius pembacanya. Cara Dee Lesteri menyampaikan cerita  juga disampaikan oleh Kak Oemi dengan runut. 

Diskusi Rapijali ini meski berlangsung selama satu jam, tapi terasa singkat. Apalagi Kak Oemi tidak hanya berhasil menceritakan secara runut namun juga menyampaikan pengalamannya saat ia menyelesaikan buku ini. Keren.

Ketika Melihat Api Bekerja

Setelah Kak Oemi, saya ikut mengambil bagian berbagi pengalaman saya membaca buku kumpulan puisi Ketika Melihat Api Bekerja karya Aan Mansyur.

Buku ini sangat fenomenal tahun 2015-an karena buku kumpulan puisi ini tersebut dipromosikan langsung Dian Sastro Wardoyo dan juga Nicholas Saputra dalam film AADC 2. Bahkan salah satu puisi yang ada di buku ini dibacakan Nicholas dalam film itu.

Kumpulan puisi Ketika Melihat Api Bekerja adalah salah satu karya terbaik Aan Mansyur yang mendapatkan banyak penghargaan seperti nominasi untuk Kusala Sastra Khatulistiwa, nominasi Anugerah Pembaca Indonesia untuk Buku dan Penulis Puisi Terfavorit dan Sampul Buku Puisi Terfavorit. Terdapat 54 puisi dalam buku ini dan setiap puisi dilengkapi dengan ilustrasi. Puisi-puisi pada Ketika Melihat Api Bekerja tidak hanya sekedar puisi pendek tetapi ia berbentuk seperti cerita tersirat yang tetap asyik dibaca.

Saya tidak hanya menceritakan kesan saya membaca buku ini, tetapi juga saya sempat menyinggung sedikit perkembangan puisi di negeri ini, gonjang ganjing prosa liris yang dihadapi penyair, hingga hoaks yang sempat viral tahun 2019-an yang membuat para penulis terutama penulis puisi geger dan pro kontra.

Pada akhirnya puisi akan selalu ada ketersinggungan dengan dunia politik sejak dulu hingga hari ini. hanya saja yang berbeda jika dulu diciptakan untuk memperjuangan keadilan, hari ini ada beberapa oknum yang selalu mnejadikan puisi sebagai jembatan untuk menyebarkan beragam informasi yang tidak jelas.

***

Meski waktu mulai menunjukkan pukul 17.00, diskusi sengit sore itu tentang dunia puisi tidak selesai juga. banyak sekali pendapat tentang dunia puisi dan penyair. Sampai akhirnya kami menutup dengan sebuah kesimpulan bahwa seperti apapun dunia menulis dengan segala hiruk pikuknya, selama kita masih berkarya maka literasi akan baik baik saja. 

Kecemasan penulis akan dunia literasi juga patut menjadi catatan untuk selalu berkarya dengan hati dan tanpa henti.