Windy Effendy

Kontributor : Windy Effendy

Windy Effendy, begitu ia biasa disebut. Kecintaannya pada dunia penulisan berawal sejak kecil, saat semuanya masih sederhana. Perempuan penyuka kucing, kopi, dan musik ini akhirnya menemukan jalan menjadi penulis justru ketika pandemi tiba.

Windy tinggal di Surabaya, Jawa Timur, bersama suami dan kedua anak gadisnya. Ia sempat berdiam di Semarang, Jawa Tengah, selama 4 tahun untuk mengikuti suami bertugas saat kedua anaknya masih kecil. Di sanalah titik balik kehidupannya bermula. Bersama suaminya, ia mencicip pahit getir dunia wirausaha dengan berjualan cakue dan roti goreng di Semawis, Semarang.

Arsitek Gagal yang Jadi Bakul Kue


Dari bakul cakue, Windy mulai merintis bisnis kuenya dengan label Rumah Kue Ica, nama anak bungsunya. Sejak itu, namanya lebih dikenal sebagai seorang cake artist atau cake dekorator. Hobinya menulis terlampiaskan lewat blog atau Facebook.

Dengan pendidikannya di Teknik Arsitektur, ia merasa tertantang menyelesaikan kue-kue unik yang membutuhkan berbagai struktur rumit. Kesibukan membuat kue terkadang membuatnya lupa untuk menulis. Beberapa naskah cerpen yang ditulisnya masih tersimpan rapi di laptop.

Ternyata, langkah di dunia perkuean membuatnya menelurkan buku pertamanya. Bersama 14 rekan pembuat kue dari seluruh Nusantara, Windy menghasilkan satu buku yang berjudul Carving Cake: Membentuk Cake dengan Karakter dan Dekorasi 3D (PT Dian Rakyat, 2013). Namun, cita-citanya menerbitkan novel, bukan tutorial membuat kue.

Berjumpa Dee, Sebuah Keajaiban


Windy kembali ke Surabaya pada 2012, membawa serta usaha dekorasi kuenya. Tanpa disangka, berkat sepak terjangnya di dunia kuliner, Windy pernah dipercaya menjadi narasumber lokal pendamping Dewi ‘Dee’ Lestari dalam acara Loreal Women of Worth pada 2018 di Surabaya. Perbincangan dengan Dee selama dua hari penuh telah membuatnya bahagia.

Pertemuan dengan penulis kesayangan itu telah membangkitkan semangatnya bahwa dunia kepenulisan masih menanti. Karya-karya Dee memberikan banyak pencerahan kepadanya. Rectoverso dan Aroma Karsa adalah buku-buku Dee yang sangat disukainya.

Tepat setelah itu, ajakan membuat antologi pun datang. Cinta Bunda dalam Goresan Pena (Progresif, 2018) adalah antologi fiksi pertamanya.

Editor yang Ingin Membuat Novel


Ketika pandemi tiba, bisnis kuenya pun terdampak. Di saat itulah, Windy mulai mengenal beberapa kelas menulis. Selain itu, lamarannya menjadi editor lepas di sebuah penerbitan di Bandung diterima. Sepanjang 2020-2022, Windy telah menghasilkan lebih dari 20 antologi dan mengedit lebih dari 100 naskah.

Sembari masih terus menjadi editor lepas, Windy tetap memaksa diri menghasilkan berbagai karya. Meski juga menulis berbagai artikel, esai, atau puisi, Windy lebih senang fokus pada dunia fiksi. Tulisan-tulisan itu telah diterbikan dalam 35 buku antologi serta dimuat di berbagai platform dan media seperti beritajatim.com, ngopibareng.id, hariandisway.id, Gramedia Writing Project, Kwikku, Rakata, dan Opinia.

Ada kalanya ia ingin dikenal sebagai seorang editor, tetapi tekadnya menerbitkan novel tetap menyala. Novel daring pertamanya, Duri, telah terbit dan bisa dinikmati di Kwikku. Target berikutnya, novel cetak harus terbit di 2025.

Waktu terbaiknya untuk menulis adalah di pagi hari, mulai pukul tiga dini hari, hingga menjelang pukul lima. Setelah semua urusan rumah beres, Windy kembali bekerja baik mengedit naskah atau menyelesaikan tulisan di jam kerja nine to five. Baginya, kedisiplinan waktu kerja akan menghasilkan karya yang lebih baik. Biasanya yang menghalangi adalah keinginan untuk menunda pekerjaan. Musuh terbesarnya hanyalah satu: diri sendiri.

Saat ini, Windy lebih banyak mengurusi penerbitan buku dari nol. Mulai dari mereparasi naskah, membimbing penulis, mengedit, mengurus cover dan layout, hingga naskah itu terbit menjadi buku bersama timnya di Papermind Creative Studio, yang bekerja berdasarkan tenggat. Hal itu yang membuatnya harus disiplin dalam jam kerja dan mendorongnya menulis lebih banyak.

Pencapaian di Dunia Literasi


Naskah cerpennya yang berjudul “Lapis Lima Rasa” baru saja menjadi salah satu dari 10 naskah terbaik atas 115 naskah yang masuk pada Festival Sastra Kota Malang. Naskah itu telah dibukukan dalam buku Jelajah Cita Rasa.

Windy juga menjadi salah satu finalis Wirausahawan Digital Mandiri (Widuri) yang diadakan Kemenparekraf pada 2024 dengan membawa draft novelnya yang berjudul Asmara Dahana.

Saat ini, Windy juga tergabung di komunitas Perempuan Penulis Padma (Perlima) sebagai Koordinator Divisi Desain setelah sebelumnya selama dua tahun menjabat sebagai Koordinator Divisi Program. Windy juga menjadi ketua tim editor di Perlima dan bertugas mengawasi isi website Perlima. Beberapa kali Windy juga menjadi pengajar di kelas Swasunting yang diadakan Perlima dan Padmedia Publisher.

Windy dan KLIP


Windy mengenal KLIP sejak setahun yang lalu. Saat itu, ia sedang membutuhkan satu dorongan untuk membuatnya menulis rutin. Berkat mengikuti KLIP, ia berhasil menyempurnakan satu kebiasaan baik yang tetap berlanjut hingga kini: menulis setiap hari. Ketika sudah terbiasa, bahkan hatinya pun gelisah ketika belum menulis hari itu.

Menulis harus menjadi kebutuhan, keinginan, sekaligus kekuatan. Menulis bisa menjadi senjata atau wadah untuk menyampaikan pikiran, memberikan suara, dan menguatkan opini. KLIP telah berada di jalur yang luar biasa, mendorong dan mengajak penulis untuk tetap terus berkarya.

Satu hal yang harus diingat: jangan pernah berhenti menulis. Tidak pernah ada tulisan yang sempurna, yang penting mulailah menulis! Sebuah pencapaian tidak akan pernah diraih ketika tidak pernah dimulai.

Windy dapat dijumpai di www.windyeffendy.com dan Instagram @windyeffendy.